Tulisan ini sangat terinspirasi dari temanku, si Heather Curnow. Dia seorang kurator museum yang
sedang mengadakan penelitian tentang Museum Kartini di Jepara dan lewat acara
pameran fotografi yang diselenggarakan Rumah Kartini dan Widya Mitra Semarang
tahun lalu, kami secara tidak sengaja dipertemukan. Hanya beberapa kali
bertemu, kami sudah cukup akrab dan nyaman satu sama lain.
Selama di Indonesia, si bule itu tinggal di Jogja,
tidak jauh dari kosku di Timoho. Kami buat janji, setelah acara itu kami akan
bertemu lagi di Jogja dan makan siang bareng. Namun, janji itu baru terwujud 7
bulan kemudian. (maaf ya Heather…)
Akhirnya, 11 Maret lalu kami berhasil bertemu dan makan
bareng di kafé vegetarian yang namanya mencerminkan kisah bertemunya kembali
aku dan Heather. Kafé itu namanya Milas, hal pertama yang melintas di pikiranku
Milas akan tertulis seperti Mila’s atau Mila’s Café yang berarti kafé Mila atau
kafé milik Mila. Tetapi aku salah besar, Milas adalah akronim dari Mimpi Lama
Sekali. Ada-ada saja yang bikin itu kafé.
Kata Heather, menu yang harus dicoba di Milas adalah
pai apel. Dan benar saja, pai apelnya enaknya mangap eh mantap! Apalagi pakai
eskrim vanila di atasnya, maknyoss kotos kotos wis… Pai apelnya fresh from the
oven, bukan pai beku yang lantas dipanaskan di oven seperti di beberapa
restoran yang pernah Heather kunjungi.
Lama sekali kami ngobrol di Milas dan sudah
menghabiskan sepiring salad, jus dan strawberry lassy, perkedel jagung, pai
apel dan satu setengah liter air mineral. Kenyaaaaaaaaaaaaaaaaang…..
Di Milas kami ngobrol banyak tapi yang paling menarik
ketika Heather cerita tentang lemari bajunya yang super besar dan bagus. Dia
bilang, menjadi single itu cukup menyenangkan buatnya, paling tidak dia tidak
harus berbagi lemari dengan seseorang. Mungkin untuk beberapa orang itu
terdengar sinis atau bahkan biasa saja. Tapi bagiku itu berarti sekali, jika
dilihat dari statusku yang sudah menikah.
Lemari, biasanya berbentuk kubus yang panjang dan
lebarnya bervariasi dan mempunyai sekat-sekat vertikal untuk meletakkan
pakaian. Bukan hanya tempat menyimpan pakaian, lemari bisa jadi tempat
menyimpan barang-barang berharga kita, perhiasan, uang, atau apapun yang
menurut kita harus dijaga kerahasiannya. Lemari sudah seperti dunia kecil kita
yang jauh dari pengetahuan orang-orang, bahkan keluarga kita sendiri.
Di kos, aku dan suamiku menyimpan baju di lemari sepanjang
1,5m dan lebarnya hanya 0,5m saja. Tentu saja lemariku terhitung lemari
berukuran kecil, tapi paling tidak bisa muat baju-baju kami berdua. Dulu,
sebelum menikah, lemariku terkesan biasa saja, karena semua yang di dalamnya
adalah milikku. Baju, celana dalam, BH, dan lainnya. Tapi setelah menikah, ada
sesuatu yang membuatku tersenyum ketika membuka lemariku, celana dalam pria.
Aku tidak kaget melihat baju-baju pria di lemariku, karena pakaianku sendiri
tak jauh beda seperti mereka. Tapi ketika melihat benda berbentuk segitiga itu
aku langsung mengalihkan pandangan ke suami yang masih asik ngorok di kasur.
Inilah hidupku sekarang, inilah duniaku sekarang. Tak ada lagi lemariku atau
lemarimu, karena duniamu dan duniaku sudah jadi satu di lemari kita.
Yang kutahu sekarang adalah bagaimana aku harus
belajar menyukai warna-warna yang ada di duniamu dan bagaimana kau menerima duniaku
agar dapat hidup berdampingan dengan milikmu. Biarkan saja baju-baju kita
membaur dalam tumpukan yang sama, tanpa peduli ‘bajumu ada di tumpukan sebelah
sana’ dan ‘ bajuku ada di sebelah sini’. Akupun tak akan membedakan
warna-warnanya, semisal merah dengan merah, biru dengan biru, tapi aku akan
mebiarkannya berpadu seperti pelangi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar