Menunggu selalu menjadi hal yang dibenci banyak orang,
membosankan itulah rasanya. Begitu pula aku, menunggu suami yang sedang ngobrol
dengan temannya adalah sesuatu yang ‘HHHrrrrrrrrgggghhhhh!!!!!’. Mending kalo kita juga punya teman untuk bicara. Tapi ketika mereka asyik bicara tentang pekerjaan yang tidak banyak kita
tahu dan kita hanya menjadi pendengar dua penyiar radio tanpa lagu itu adalah
hal membuat saya ingin segera pulang.
Hari sudah menunjukkan jam 10 malam, saat aku dan
suamiku selesai makan di warung kremesan langganan kami. Sebenarnya masih
pengen jalan-jalan dengan suami, karena seharian dia bekerja dari jam 8 pagi
sampai jam 8 malam, yang berarti waktu ketemunya hanya mau tidur dan bangun
pagi :`(
Kebetulan waktu itu aku sedang kehabisan pulsa, dan
berencana beli pulsa dekat kos. Dan bertemulah aku dengan sebuah konter pulsa
yang kebetulan lagi bersebelahan dengan warung mie bakso milik teman
suamiku. Aku turun dari motor dan beli pulsa, kalau tidak salah lihat tadi
suamiku masih menunggu di atas motor lha
kok sekarang hilang ? pikirku. Eh ternyata, dia masuk ke warung mie bakso
yang sudah ‘kukut’ tapi pintu belum ditutup, karena beberapa karyawan
masih ngobrol di luar.
Aku menyusul saja ke dalam, menyapa temannya lalu
nyemil sisa bakso yang belum habis terjual. Semula kupikir obrolan itu tak akan
berlangsung lama, karena sudah malam dan aku yakin suamiku pasti capek…Lhadalah
kingkong! kok malah jadi lama itu diskusi mereka. “Ayo, pulang…” bujukku, tapi suamiku cuma pringas-pringis dan sialnya lagi malah minta dibikinin es jeruk…Dasar
suami tidak berguna…hahahahaha… Lama-lama aku jadi pasrah, nunggu mereka
ngobrol sambil makan bakso dan nonton TV. Tetapi hatiku yang paling dalam
akhirnya berontak, jika tak segera pulang keadaan akan jadi gawat. Berat
badanku akan nambah beberapa kilo gara-gara bulatan bakso yang aku punguti dari
plastik hitam besar (Maafkan aku, Cak! Aku khilaf…)
Kubujuk lagi itu dia pria kurus berkulit kuning
berhidung besar yang sangat amat kucintai, “Ayo pulang…” kataku sambil membelai
telinganya. Dia hanya tersenyum, rayuanku tak berhasil. Kuulangi lagi “Ayo
pulang” dengan nada setengah merengek. Lagi-lagi dia cuma senyum… Akhirnya
kudekatkan hidungku ke telinganya dan berbisik “ Ayo pulang…bikin anak!!!”
sontak dia tertawa dan dengan sopan menyudahi obrolan dengan temannya yang juga
kukenal baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar